KAMI INDONESIA – Kapal motor penumpang KMP Tunu Pratama Jaya mengalami kecelakaan laut yang mengakibatkan sepuluh orang kehilangan nyawa di Selat Bali. Kejadian ini menimbulkan keprihatinan mendalam, dan Komisi V DPR RI telah mengadakan rapat kerja untuk mendalami penyebab kecelakaan tersebut.
Dalam rapat tersebut, Anggiat Pandiangan, Plt Ketua Sub Komite Investigasi Kecelakaan Pelayaran KNKT, memberikan penjelasan rinci mengenai kronologi peristiwa yang menyertai tenggelamnya kapal ini. Proses muatan hingga saat kapal mulai miring diuraikan untuk memberikan gambaran jelas terkait kejadian tragis ini.
Penjelasan Awal Mengenai Keberangkatan KMP Tunu Pratama Jaya
Dalam rapat yang berlangsung di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Anggiat Pandiangan menyebutkan bahwa kapal mulai memproses muatan kendaraan di Pelabuhan pada pukul 22.15 WIB, Rabu, 2 Juli 2025. Proses muat kendaraan tersebut selesai pada pukul 22.45 WIB, dan KMP Tunu Pratama Jaya berangkat ke Pelabuhan Gilimanuk, Bali, pada pukul 22.51 WIB.
Saat keberangkatan, tidak terdeteksi adanya anomali atau kondisi tidak biasa lainnya. Semua sistem mesin berfungsi normal, dan visibilitas saat pelayaran terlihat baik.
Awal Munculnya Masalah di Laut
Setelah berlayar selama 30 menit, juru mudi dan penjaga kapal merasakan kemiringan di sisi kanan kapal. Anggiat Pandiangan mencatat bahwa air laut mulai masuk ke kamar mesin melalui pintu yang ada menjadi tanda awal permasalahan.
Juru minyak yang berada di kamar mesin kemudian melaporkan kejadian tersebut. Segera setelah mendapatkan informasi itu, juru minyak berlari keluar dari kamar mesin dan memberitahu awak kapal untuk meminta penumpang mengenakan jaket pelampung dan bersiap untuk evakuasi.
Proses Evakuasi dan Tenggelamnya Kapal
Mualim jaga mengambil langkah dengan membangunkan nahkoda yang sedang beristirahat agar dapat mengendalikan situasi. Nahkoda segera memancarkan sinyal marabahaya melalui radio VHF frekuensi 16 untuk meminta bantuan.
Namun, meskipun proses pemberitahuan sudah dilakukan, tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya berlangsung cepat. Anggiat Pandiangan menekankan bahwa beban muatan yang tidak seimbang di bagian belakang kapal menyebabkan kapal semakin miring, dan beberapa menit setelah panggilan darurat, buritan kapal mulai tenggelam terlebih dahulu.