KAMI INDONESIA – Pendidikan anak di barak militer yang dikembangkan oleh Gubernur Dedi Mulyadi di Jawa Barat menimbulkan banyak perhatian. Program yang dikenal dengan nama Pendidikan Karakter Pancawaluya ini menyasar anak-anak yang dianggap nakal dan memiliki masalah dalam pendidikan.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengambil langkah untuk mengevaluasi program tersebut dan mengeluarkan enam temuan penting yang perlu diperhatikan, menimbulkan perdebatan tentang apakah pendekatan ini efektif atau berpotensi merugikan bagi perkembangan anak.
Program Pendidikan Karakter Pancawaluya
Program ini bertujuan untuk membentuk karakter anak-anak yang berperilaku nakal menjadi lebih positif. Melalui pendidikan di lingkungan militer, anak-anak diharapkan mendapatkan pembinaan yang lebih disiplin dan tanggung jawab.
Namun, pendekatan yang dilakukan ini memunculkan kekhawatiran di kalangan orang tua, pendidik, serta lembaga perlindungan anak tentang dampak psikologis dan sosial dari pengiriman anak ke barak militer.
Temuan Pertama KPAI: Perlunya Evaluasi Menyeluruh
KPAI merekomendasikan agar program pendidikan di barak militer dihentikan sementara agar evaluasi menyeluruh dapat dilakukan. Rekomen ini muncul karena kekhawatiran bahwa metode pendidikan yang digunakan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip perlindungan anak.
Jasra Putra, Wakil Ketua KPAI, menyatakan bahwa perlu ada peninjauan yang lebih dalam mengenai model pendidikan yang efektif dan aman bagi anak, serta bagaimana menghindari stigma terhadap anak-anak yang terlibat.
Temuan Kedua: Potensi Terjadinya Stigma Sosial
Salah satu kekhawatiran utama adalah munculnya stigma sosial terhadap anak-anak tersebut. Program ini berisiko menciptakan label negatif kepada anak yang sudah merasa terabaikan oleh masyarakat maupun keluarganya.
Hal ini dapat membuat mereka merasa terisolasi dan tertekan, yang pada gilirannya justru dapat memperburuk perilaku mereka, bukan memperbaikinya.
Temuan Ketiga: Pertanyaan Efektivitas Pendidikan Militer
Evaluasi mengenai efektivitas pendidikan yang diberikan di barak militer juga menjadi fokus penting. Apakah metode tersebut dapat benar-benar mengubah perilaku anak?
Banyak pihak mendapati bahwa pendidikan di lingkungan yang keras tanpa pendekatan psikologis yang tepat belum tentu memberikan hasil positif. Bahkan, mungkin berpotensi membuat anak kembali ke perilaku lama setelah program selesai.
Temuan Keempat: Pengaruh Lingkungan dan Keluarga
KPAI juga menekankan pada pentingnya faktor lingkungan dan keluarga dalam pembentukan karakter anak. Mengirim anak ke barak militer tanpa memperbaiki masalah yang ada di rumah mungkin tidak akan memberikan hasil yang diharapkan.
Faktor penyebab anak berperilaku nakal biasanya sangat kompleks dan tidak bisa diselesaikan hanya dengan pendidikan militer. Perlu adanya peran serta orang tua dan masyarakat dalam mendukung perkembangan anak.
Sebagai hasil dari temuan KPAI, menjadi jelas bahwa ada banyak pertimbangan yang perlu dievaluasi dalam pelaksanaan pendidikan karakter di barak militer. KPAI merekomendasikan untuk mencari model pendidikan lain yang lebih inklusif dan berbasis komunitas.
Menjalankan program pendidikan yang melibatkan keluarga dan lingkungan sekitar menjadi strategi yang lebih dapat diterima dan berkelanjutan dalam jangka panjang untuk mengatasi masalah karakter anak-anak.