Kami Indonesia – Mamalia yang kerap kali disalahpahami, tapir, kini berada di ujung kepunahan. Meski telah menghuni Bumi selama lebih dari 30 juta tahun, tapir kini menghadapi ancaman serius yang datang dari berbagai arah. Deforestasi, perburuan liar, dan perubahan iklim menjadi faktor utama yang menyebabkan penurunan populasi hewan ini.
Tapir, yang terdiri dari empat spesies, tersebar di Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Asia Tenggara. Di Indonesia, tapir dikenal dengan nama Tapirus indicus atau tapir Asia, yang dapat dikenali dengan pola hitam-putih di tubuhnya yang unik. Namun, keberadaan tapir semakin jarang terlihat di hutan-hutan Sumatera, habitat aslinya.
Data dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) menunjukkan bahwa tapir kini masuk dalam kategori “Terancam Punah.” Menurut Dr. Andi Kurniawan, seorang ahli mamalia dari Universitas Indonesia, tapir merupakan indikator penting kesehatan ekosistem hutan. “Jika populasi tapir menurun, itu berarti ada masalah serius di hutan kita,” ujarnya.
Habitat tapir yang terus menyusut akibat perluasan lahan perkebunan menjadi ancaman terbesar. Selain itu, fragmentasi hutan membuat tapir kesulitan mencari makanan dan pasangan. “Tapir adalah hewan soliter dan memiliki wilayah jelajah yang luas. Ketika habitat mereka terpecah-pecah, mereka kesulitan untuk bertahan hidup,” tambah Dr. Andi.
Upaya konservasi kini sedang digalakkan oleh berbagai pihak. LSM seperti WWF dan Yayasan Leuser International telah melakukan berbagai program untuk melindungi tapir, mulai dari patroli anti-perburuan hingga penanaman kembali hutan yang telah rusak. Namun, tantangan besar masih dihadapi dalam hal pendanaan dan dukungan politik.
“Saat ini, kita perlu dukungan dari pemerintah dan masyarakat luas untuk menyelamatkan tapir. Edukasi publik menjadi kunci agar orang-orang sadar betapa pentingnya hewan ini bagi ekosistem,” kata Siti Rahayu, aktivis lingkungan yang fokus pada konservasi tapir.
Meskipun upaya ini telah menunjukkan beberapa hasil positif, seperti peningkatan populasi tapir di beberapa area konservasi, ancaman masih terus membayangi. Pembalakan liar dan konflik manusia dengan satwa liar sering kali menjadi penghalang utama.
“Masa depan tapir ada di tangan kita. Jika kita tidak bertindak sekarang, mungkin generasi mendatang hanya bisa mengenal tapir dari buku sejarah,” pungkas Dr. Andi.