KAMI INDONESIA – Banyak pria di Indonesia merasa malu untuk memeriksa kesehatan reproduksi mereka, meskipun penting untuk kondisi kesehatan secara keseluruhan. Survei menunjukkan sekitar 65% pria di usia produktif ragu untuk berkonsultasi dengan dokter mengenai masalah ini.
Stigma Sosial dan Budaya
Di Indonesia, kesehatan reproduksi sering dianggap tabu, terutama di kalangan pria. Hal ini menciptakan rasa tidak nyaman untuk membahas atau mencari bantuan medis terkait isu-isu reproduksi.
Budaya patriarki yang kental berkontribusi pada perasaan malu tersebut. Banyak pria menganggap bahwa mengunjungi dokter untuk masalah kesehatan reproduksi adalah tanda kelemahan atau kurangnya maskulinitas.
Kurangnya Pengetahuan dan Edukasi
Banyak pria tidak mendapatkan pendidikan seks yang memadai, sehingga mereka kurang memahami pentingnya kesehatan reproduksi. Kondisi ini memicu ketakutan dan kebingungan saat menghadapi masalah kesehatan.
Berbagai informasi yang salah dan mitos yang beredar di masyarakat seringkali menggiring mereka untuk tidak memeriksakan diri. Sebagian pria meyakini bahwa keluhan tertentu adalah hal biasa dan tidak perlu dikhawatirkan, padahal bisa jadi ini adalah tanda masalah serius.
Rasa Takut dan Kecemasan
Rasa takut akan hasil pemeriksaan menjadi alasan lain mengapa pria enggan untuk melakukan cek kesehatan. Mereka khawatir jika hasil pemeriksaan tidak baik akan berdampak negatif pada hubungan atau kehidupan mereka.
Kecemasan mengenai proses pemeriksaan yang dianggap tidak nyaman juga menjadi penghalang tersendiri. Kekhawatiran tentang reaksi atau penilaian dokter juga sering membuat pria enggan untuk melangkah.