KAMI INDONESIA – Perusahaan OpenAI yang dikenal dengan layanan AI-nya ChatGPT kini menghadapi tantangan serius, di mana sejumlah talenta terbaik mereka mulai beralih ke Meta untuk mengejar peluang yang lebih menjanjikan.
Meta, yang mengelola platform besar seperti Facebook dan Instagram, berkomitmen untuk menjadi pemimpin dalam pengembangan teknologi AI dengan menawarkan gaji dan bonus menarik bagi peneliti dari pesaing.
Rekrutmen Agresif oleh Meta
Baru-baru ini, co-creator ChatGPT, Shengjia Zhao, diangkat sebagai Kepala Ilmuwan di Superintelligence Lab Meta. CEO Meta, Mark Zuckerberg, dalam unggahan di Threads menekankan bahwa Zhao akan memainkan peran penting dalam menetapkan agenda penelitian laboratorium yang baru dibentuk.
Zhao sebelumnya merupakan ilmuwan peneliti di OpenAI dan berkontribusi dalam pengembangan model-model AI terkemuka seperti ChatGPT dan GPT-4. Keputusan Zhao untuk bergabung dengan Meta menandai tren yang lebih luas di mana sejumlah peneliti lain juga beralih ke perusahaan yang lebih agresif dalam memperebutkan talenta AI.
Strategi Meta dalam Pengembangan AI
Meta baru-baru ini meluncurkan Superintelligence Lab sebagai bagian dari strategi mereka untuk mengkonsolidasikan penelitian di bidang AI. Lab ini bertujuan untuk mengembangkan model baru seperti Llama dan mengejar ambisi menciptakan kecerdasan umum buatan (AGI).
Dalam pengumumannya, Zuckerberg menyatakan bahwa Meta berusaha untuk menghasilkan ‘kecerdasan umum yang lengkap’ dan mengadopsi pendekatan sumber terbuka dalam pengembangan teknologi ini. Pendekatan tersebut telah menarik perhatian positif sekaligus menimbulkan kekhawatiran dalam komunitas AI mengenai implikasi etis dan keamanan.
Dampak Rehabilitasi Talenta di Industri AI
Dalam beberapa minggu terakhir, setidaknya tujuh pegawai dari OpenAI telah terkonfirmasi pindah ke Meta, termasuk Jiahui Yu, Shuchao Bi, dan Hongyu Ren, yang semuanya menyusul Zhao dalam pencarian peluang baru.
Salah satu faktor pendorong pergeseran ini adalah insentif yang ditawarkan oleh Meta, termasuk gaji tinggi yang mencapai US$100 juta (sekitar Rp 1,6 triliun). Zuckerberg sendiri terlibat aktif dalam proses rekrutmen, menghubungi kandidat langsung yang dianggap berbakat, termasuk lulusan dari universitas terkemuka.