KAMI INDONESIA – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengumumkan penundaan penerapan tarif impor 32% yang diberlakukan oleh Amerika Serikat untuk Indonesia. Penundaan ini diharapkan memberi ruang bagi pelaku ekonomi Indonesia dalam menghadapi kebijakan perdagangan internasional yang terus berubah.
Detail Kebijakan Tarif Impor
Dalam sebuah konferensi pers yang berlangsung di Brussels, Belgia pada 12 Juli 2025, Airlangga menjelaskan bahwa keputusan penundaan ini diambil untuk mencegah tambahan tarif sebesar 10% yang akan diberlakukan setelah Indonesia bergabung dengan BRICS.
“Jadi pertama tambahan 10% (karena Indonesia gabung BRICS) itu tidak ada. Yang kedua waktunya adalah kita sebut pause. Jadi penundaan penerapan untuk menyelesaikan perundingan yang sudah ada,” tambahnya.
Keputusan ini merupakan hasil dari perjalanan Airlangga ke Washington, D.C., di mana dia bernegosiasi dengan pihak berwenang AS mengenai kebijakan tarif yang berdampak pada perdagangan Indonesia.
Negosiasi dan Pertemuan Penting
Airlangga menegaskan betapa pentingnya negosiasi yang dilakukan dengan pihak AS, termasuk pertemuan dengan Howard Lutnick, Sekretaris Perdagangan AS, dan Jamieson Greer, Perwakilan Perdagangan AS.
“Itu menyepakati bahwa apa yang diusulkan oleh Indonesia berproses lanjutan. Jadi tiga minggu ini diharapkan finalisasi daripada fine tuning dari para proposal, dari pada apa yang sudah dipertukarkan,” ungkap Airlangga.
Negosiasi ini dianggap krusial untuk menentukan nasib tarif yang dapat mempengaruhi ekspor dan impor Indonesia di pasar internasional.
Dampak Penundaan Pada Ekonomi Indonesia
Dengan adanya penundaan tarif impor, Indonesia diharapkan bisa menghadapi tantangan dalam perdagangan global dengan lebih baik, terutama terkait hubungan dagang dengan AS.
Penundaan ini dinilai sebagai langkah positif yang memberi peluang bagi kedua negara untuk menyelesaikan perundingan secara lebih komprehensif.
Kebijakan tersebut juga memberikan kelegaan bagi pelaku industri yang khawatir tentang dampak negatif yang mungkin muncul akibat kenaikan tarif mendadak.