KAMI INDONESIA – Nintendo baru saja mengumumkan kenaikan harga untuk konsol game Switch yang akan berlaku mulai 3 Agustus 2025, termasuk model OLED, standar, Lite, dan beberapa aksesori terkait lainnya.
Kenaikan ini merupakan langkah yang diambil terkait dengan ‘kondisi pasar’, yang diduga berimbas dari kebijakan tarif yang diterapkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.
Detail Kenaikan Harga
Kenaikan harga yang diumumkan oleh Nintendo mencakup berbagai model konsol Switch, termasuk model OLED dan Lite. Saat ini, harga Nintendo Switch standar berada pada kisaran 299,99 dolar AS atau setara dengan Rp4,8 juta, sedangkan versi OLED dijual seharga 349,99 dolar AS atau Rp5,7 juta.
Selain konsol, aksesori untuk Nintendo Switch 2, sejumlah amiibo tertentu, serta Nintendo Sound Clock: Alarmo juga akan mengalami penyesuaian harga. Namun, Nintendo belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai harga baru yang akan berlaku pada produk-produk tersebut.
Potensi Kenaikan Harga Lainnya
Nintendo juga menyatakan bahwa harga untuk Switch 2, yang saat ini ditetapkan di angka 450 dolar AS atau Rp7,3 juta, tidak akan berubah dalam waktu dekat. Kendati demikian, perusahaan menekankan bahwa kenaikan harga mungkin akan diperlukan untuk produk lain yang berkaitan dengan Nintendo Switch di masa mendatang.
Dalam pengumumannya, Nintendo menjelaskan bahwa penyesuaian bisa saja berlaku untuk gim fisik dan digital, serta langganan Nintendo Switch Online. Mereka menegaskan bahwa ‘Harga untuk sistem Nintendo Switch 2, game Nintendo Switch, dan Nintendo Switch 2 versi fisik dan digital, serta langganan Nintendo Switch Online, akan tetap tidak berubah untuk saat ini’.
Kinerja Penjualan dan Strategi Produksi
Sejak diluncurkan pada 5 Juni lalu, Nintendo Switch 2 telah laku terjual sebanyak 5,82 juta unit, mencerminkan minat yang tinggi terhadap konsol terbaru dari Nintendo di pasaran. Ini menunjukkan bahwa produk tersebut mendapat respons positif dari pengguna.
Dalam upaya mengatasi biaya produksi yang meningkat, Nintendo telah memindahkan sebagian besar proses produksinya dari Tiongkok ke Vietnam. Namun, dengan adanya kebijakan tarif baru yang diberlakukan oleh Trump, Vietnam juga kini terdampak oleh situasi yang sama, mempengaruhi strategi produksi perusahaan.