KAMI INDONESIA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendesak pemerintah untuk bertindak tegas terhadap penggunaan sound horeg yang dinilai dapat menimbulkan keresahan di masyarakat. Desakan ini muncul setelah MUI Jawa Timur mengeluarkan fatwa haram mengenai praktik tersebut.
Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam, menekankan agar pemerintah tidak hanya mempertimbangkan aspek ekonomi tetapi juga dampak sosial yang ditimbulkan oleh penggunaan sound horeg.
Pengaruh Negatif Sound Horeg
Asrorun Niam mengungkapkan bahwa suara yang dihasilkan oleh sound horeg terbukti melebihi batas suara yang masih dianggap baik untuk didengar. Ini berpotensi merusak kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Ia mencatat, ‘Kita bisa lihat ada rumah yang rusak, kaca yang pecah karena getaran suara yang begitu dahsyat.’ Hal ini diakui sebagai dampak nyata dari penggunaan sound horeg, yang juga sering disertai praktik destruktif lainnya.
MUI juga meminta pemerintah untuk menyikapi masalah ini dengan lebih serius agar tidak hanya fokus pada aspek ekonomi, tetapi juga pada dampak sosial yang ditimbulkan. Ia menegaskan, ‘Jangan ini dibiarkan hanya karena persoalan ekonomi, sementara ada kelompok masyarakat besar yang dirugikan.’
Fatwa Haram MUI Jatim
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur telah mengeluarkan fatwa haram terkait penggunaan sound horeg yang dibarengi dengan unsur kemudaratan. Fatwa ini diambil sebagai respons terhadap kontroversi yang mencuat belakangan ini.
Dalam Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tersebut, MUI Jatim menekankan bahwa kemajuan teknologi audio yang positif tetap boleh digunakan, asalkan untuk kegiatan yang sesuai dengan hukum dan prinsip syariah.
Akan tetapi, jika penggunaan sound horeg mengganggu kenyamanan, membahayakan kesehatan, atau merusak fasilitas publik, maka penggunaan tersebut dinyatakan haram. Fatwa ini juga mencatat larangan tegas terhadap kegiatan yang bersifat kemaksiatan.
Ketentuan Penggunaan Sound Horeg
MUI menyatakan bahwa penggunaan sound horeg masih diperbolehkan dalam batas wajar dan untuk acara positif, seperti pengajian dan pernikahan, selama tidak melanggar ketentuan yang ada. ‘Intinya bukan soundnya. Kalau soundnya digunakan untuk kepentingan hal yang baik dan dia tidak merusak, maka itu tentu dibolehkan,’ kata Asrorun.
Namun, MUI menegaskan bahwa kegiatan seperti battle sound yang menimbulkan kebisingan ekstrem dinyatakan haram sepenuhnya. Hal ini karena dianggap sebagai pemborosan dan penyia-nyiaan harta.
Mereka juga menambahkan, jika penggunaan sound sehingga menyebabkan kerugian bagi pihak lain, maka pelakunya bertanggung jawab untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan.