KAMI INDONESIA – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Muhammad Riza Chalid sebagai tersangka dalam kasus korupsi yang melibatkan tata kelola minyak periode 2018-2023. Penetapan tersangka ini diumumkan melalui Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-49 pada 10 Juli 2025.
Detail Penetapan Tersangka
Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa Riza Chalid berkolaborasi dengan beberapa tersangka lainnya, seperti HB, AN, dan GRJ. Mereka diduga menyepakati kerjasama penyewaan Terminal BBM Tangki Merak meskipun PT Pertamina pada waktu tersebut tidak memerlukan tambahan penyimpanan stok.
Qohar memberikan penjelasan lebih lanjut, “Memasukkan rencana kerjasama penyewaan terminal BBM Merak, yang pada saat itu PT Pertamina belum memerlukan tambahan penyimpanan Stok BBM,” ungkapnya dalam konferensi pers yang diadakan di gedung Kejaksaan Agung pada 10 Juli.
Bukti Kerugian Negara
Riza Chalid diduga terlibat dalam penghilangan skema kepemilikan aset Terminal BBM Merak dari kontrak kerjasama yang dilakukan dengan PT OTM. Dalam pengaturan ini, Riza menetapkan harga kontrak yang melebihi nilai yang wajar, dengan durasi kontrak yang berlaku selama sepuluh tahun.
“Klausul itu di dalam kontrak dihilangkan, padahal berdasarkan hasil kajian Pranata UI itu sudah jelas apabila selama 10 tahun dengan harga yang saya sebut tadi, ada klausul Pertamina akan mendapat sharing asset,” jelas Qohar.
Langkah Penegakan Hukum
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat kerugian negara akibat tindakan Riza Chalid mencapai Rp2,9 triliun, khususnya yang terkait dengan PT OTM. Qohar menegaskan, “Kerugian berdasarkan perhitungan BPK sebanyak Rp 2,9 triliun, khusus untuk OTM dengan hitungan total loss.”
Saat ini, Riza Chalid dilaporkan berada di Singapura dan telah tiga kali mangkir dari panggilan yang dilayangkan oleh Kejaksaan Agung. Qohar menambahkan, “Khusus MRC selama 3 kali dipanggil, tidak hadir. Yang bersangkutan tidak tinggal di dalam negeri, khususnya di Singapore.”