KAMI INDONESIA – Kementerian Pertanian bersama Satuan Tugas Pangan Polri menemukan praktik pengoplosan beras yang dilakukan oleh jaringan mafia pangan. Temuan ini mencakup pencampuran beras berkualitas rendah dengan kemasan premium, yang dijual dengan harga sangat tinggi di pasaran.
Dalam periode investigasi yang dilakukan dari 6 hingga 23 Juni 2025, sebanyak 212 merek beras di 10 provinsi teridentifikasi diduga terlibat dalam praktik ini. Investigasi melibatkan 268 sampel beras dari berbagai kategori, menghasilkan informasi mengejutkan tentang kualitas dan harga beras yang beredar.
Modus Pengoplosan Beras
Investigasi Kementerian Pertanian menyoroti dua kategori beras, yaitu beras premium dan medium. Dari hasil pengujian, ditemukan bahwa 85,56 persen dari beras premium yang diuji tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan.
Selain itu, untuk beras medium, angka mencengangkan menunjukkan bahwa 88,24 persen dari total sampel tidak memenuhi SNI. Lebih jauh, 95,12 persen beras medium dijual dengan harga yang melebihi harga eceran tertinggi (HET).
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan, “Ini kita lihat ketidaksesuaian mutu beras premium 85,56 persen, kemudian ketidaksesuaian HET 59,78 persen,” dalam konferensi pers terkait hasil investigasi.
Dampak Pengoplosan kepada Konsumen
Dari hasil perhitungan, terdapat estimasi kerugian yang dialami konsumen beras premium mencapai Rp34,21 triliun per tahun. Untuk beras medium, potensi kerugian diperkirakan mencapai Rp65,14 triliun, sehingga total kerugian konsumen mencapai sekitar Rp99 triliun.
Andi Amran menekankan bahwa praktik pengoplosan beras ini memberikan dampak yang merugikan konsumen. “Ada mutunya tidak sesuai, harganya tidak sesuai, beratnya tidak sesuai, ini sangat merugikan konsumen,” tegasnya dalam pernyataan resmi.
Praktik ini semakin memprihatinkan mengingat adanya dugaan bahwa beras yang dioplos juga termasuk dalam program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).
Tindakan Satgas Pangan dan Respons Produsen
Satuan Tugas Pangan Polri telah memeriksa empat produsen beras terkait praktik pelanggaran mutu, di antaranya adalah Wilmar Group dan PT Food Station Tjipinang Jaya. Pemeriksaan ini menjadi langkah awal dalam penegakan hukum terhadap praktik pengoplosan.
Produsen beras PT Santosa Utama Lestari mengklaim bahwa mereka menerapkan prosedur sesuai standar yang berlaku. Carmen Carlo Ongko, Kepala Divisi Unit Berat PT SUL, mengatakan, “Pengawasan internal kami dilakukan secara berkala dan ketat.”
Merespons hasil investigasi, mereka menegaskan keterbukaan untuk dievaluasi dan terus melakukan perbaikan yang diperlukan. Namun, mereka juga menunggu hasil akhir dari proses pemeriksaan yang sedang berlangsung.