KAMI INDONESIA – Perusahaan e-commerce Temu yang berbasis di China kini merasakan dampak langsung dari perang dagang antara Amerika Serikat dan China. Kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh Presiden Donald Trump tidak hanya memengaruhi hubungan dagang, tetapi juga berdampak signifikan pada operasional bisnis Temu.
Sejak awal perang dagang, perusahaan-perusahaan China seperti Temu bergantung pada aturan de minimis. Aturan ini memberikan kelonggaran berupa pembebasan bea bagi barang senilai kurang dari 800 dolar AS yang dikirimkan ke Amerika Serikat.
Namun, dengan berakhirnya kebijakan ini dan adanya tarif baru sebesar 145% terhadap barang-barang asal China, Temu terpaksa menghentikan pengiriman barang secara langsung ke AS.
Pengenaan Tarif dan Kristalisasi Harga
Pengenaan tarif yang besar menyebabkan Temu tidak lagi dapat mempertahankan harga barang yang rendah seperti sebelumnya. Pasalnya, untuk menghindari bea cukai yang tinggi, perusahaan harus menaikkan harga barang yang mereka jual.
Keputusan ini tentunya berdampak pada daya tarik bagi para konsumen di AS yang menginginkan barang-barang murah.
Dalam menghadapi perubahan ini, Temu juga mengurangi intensitas periklanan daring mereka yang agresif, serta melakukan perubahan pada pilihan barang yang tersedia. Mengapa?
Karena semakin tinggi tarif yang dikenakan, semakin banyak barang-barang yang harus diubah atau dipangkas dari daftar yang ditawarkan kepada pembeli Amerika.
Transisi dan Penyesuaian Bisnis
Perubahan ini menciptakan tantangan baru bagi e-commerce China. Temu kini harus berpikir strategis untuk menyesuaikan dengan kondisi baru ini. Dari mengubah strategi pemasaran hingga memilih barang yang lebih sesuai dengan pasar yang kini daya belinya menurun, semua itu harus dilakukan dengan cepat.
Strategi yang diambil Temu tentunya bertujuan untuk menjaga keberlangsungan perusahaan di tengah ketidakpastian. Tanpa adanya neraca yang seimbang antara permintaan dan harga, keberadaan Temu di pasar AS akan terus terancam.
Reaksi Pasar Terhadap Kebijakan Trump
Pasar e-commerce yang tadinya berkembang pesat kini harus berhadapan dengan realitas keras akibat kebijakan proteksionisme. Banyak pengecer yang mulai melihat pergeseran dalam pola konsumsi dan kebiasaan pembelian.
Perubahan dalam harga barang dari e-commerce seperti Temu memberikan dampak langsung terhadap preferensi konsumen yang lebih memilih produk lokal yang lebih terjangkau.
Pergerakan tersebut tidak hanya dirasakan oleh Temu, namun juga oleh seluruh sektor perdagangan yang bergantung pada impor barang dari China. Hal ini memaksa para pelaku bisnis untuk beradaptasi dengan situasi baru dan mencari alternatif lain, baik dengan menyuplai barang dari negara lain atau fokus pada pengembangan produk lokal.
Dampak Jangka Panjang Terhadap Hubungan AS dan China
Pertikaian antara AS dan China tentunya memiliki konsekuensi jangka panjang. Kebijakan yang diterapkan oleh Trump semakin memperkuat ketidakpastian dalam hubungan dagang antara kedua negara.
Setiap tarif yang diterapkan menciptakan titik ketegangan, memperlahankan perdagangan yang seharusnya menguntungkan kedua belah pihak.
Jalan keluar dari konflik ini nampaknya masih samar-samar. Meskipun ada usaha diplomatik untuk memfasilitasi negosiasi, baik dari pihak AS maupun China, kenyataannya kedua negara masih terjebak dalam posisi masing-masing, tanpa tanda-tanda perbaikan yang jelas.
Alternatif dan Harapan untuk Masa Depan
Untuk e-commerce seperti Temu, menggunakan alternatif lain dan menjelajahi pasar baru mungkin menjadi satu-satunya jalan untuk bertahan. Namun, ini bukanlah proses yang mudah. Dibutuhkan waktu untuk membangun jaringan distribusi baru dan memahami karakteristik pasar yang berbeda.
Meskipun pasar global semakin kompetitif, keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini akan sangat bergantung pada seberapa cepat perusahaan-perusahaan dapat beradaptasi dan menemukan peluang baru. Temu dan pemain lainnya dalam industri e-commerce harus memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk menjawab tantangan yang ada.