KAMI INDONESIA – ‘Toxic productivity’ atau produktivitas beracun menjadi fenomena yang semakin mengkhawatirkan dalam era digital ini. Banyak orang berjuang untuk tetap produktif, tetapi sering kali mereka tidak menyadari bahwa hal itu dapat membawa dampak negatif bagi kesehatan mental dan fisik mereka.
Kita sering kali terjebak dalam pola pikir bahwa semakin banyak kita bekerja, semakin besar nilai kita. Padahal, tidak jarang ‘toxic productivity’ justru membuat kita kelelahan dan kehilangan semangat hidup.
Definisi Toxic Productivity
Toxic productivity adalah istilah yang merujuk pada kondisi di mana seseorang merasa harus terus-menerus bekerja tanpa henti, bahkan ketika tidak ada kebutuhan mendesak. Dalam konteks ini, produktivitas menjadi sebuah keharusan yang mengabaikan keseimbangan antara kerja dan istirahat.
Banyak orang merasa bahwa mereka harus selalu terlihat sibuk dan produktif di mata orang lain, baik di dunia nyata maupun di media sosial. Ini sering kali menyebabkan stres berkepanjangan dan mengurangi kepuasan dalam hidup.
Dampak Negatif dari Toxic Productivity
Salah satu dampak utama dari toxic productivity adalah kesehatan mental yang terganggu. Stres yang berlebihan dapat menyebabkan kecemasan, depresi, dan bahkan burnout yang membuat seseorang kehilangan semangat untuk bekerja.
Selain itu, pola kerja yang tidak sehat ini dapat memengaruhi kesehatan fisik. Kurangnya istirahat dan waktu untuk diri sendiri dapat memicu berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan tidur, penyakit jantung, dan masalah pencernaan.
Cara Menghindari Toxic Productivity
Menghindari toxic productivity memerlukan kesadaran dan perubahan pola pikir. Penting untuk menetapkan batas waktu kerja dan memberi diri sendiri izin untuk beristirahat tanpa rasa bersalah.
Praktikkan mindfulness untuk membantu mengelola stres dan mengambil waktu untuk aktivitas yang menyenangkan. Mengedepankan kualitas daripada kuantitas dalam bekerja juga dapat meningkatkan kepuasan dan produktivitas.
