KAMI INDONESIA – Menjelang peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia, tren pemasangan bendera bajak laut dari anime One Piece oleh sopir truk logistik di Bekasi mencuri perhatian publik. Tindakan ini merupakan ungkapan aspirasi akan situasi ekonomi yang semakin sulit.
Dua sopir, Rahmat dan Dadang, menggambarkan keresahan para sopir terkait kenaikan harga kebutuhan pokok dan meningkatnya angka pengangguran, serta berharap masyarakat memahami makna di balik pemasangan bendera tersebut.
Bendera Bajak Laut Sebagai Simbol Protes
Fenomena pemasangan bendera One Piece pada truk-truk logistik di Bekasi mulai terlihat menjelang HUT RI ke-80. Tindakan ini merupakan ekspresi ketidakpuasan sopir truk terhadap kondisi ekonomi yang semakin berat.
Rahmat, salah satu sopir truk, menyatakan bahwa penghasilannya tidak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan pokok. ‘Ekonominya sih kelihatannya lagi pasang-surut, malah cenderung ke surut. Harga pokok pada naik kayak sembako, rata-rata lagi pada naik,’ jelasnya.
Dalam lingkungan kerja Rahmat, ia mengungkapkan bahwa lima dari enam truk lainnya juga memasang bendera serupa. Tindakan ini dianggapnya sebagai cara simbolik untuk menyampaikan kegelisahan dan kritik sosial terhadap situasi yang mereka hadapi sehari-hari.
Mempertahankan Rasa Cinta Tanah Air
Meski banyak yang memasang bendera One Piece, para sopir menegaskan bahwa hal ini tidak dimaksudkan untuk merendahkan simbol negara. Rahmat menekankan, ‘Intinya tetap yang diutamakan NKRI, karena saya juga warga Indonesia selalu menjunjung tinggi NKRI.’
Rekan Rahmat, Dadang, menambahkan bahwa bendera tersebut akan dilepas pada saat HUT RI dan berharap aspirasi mereka didengarkan. ‘Penginnya sih didengar saja dan dikasih solusi, jangan cuma didengar doang,’ tuturnya.
Iktikad mereka yang menggunakan bendera fiktif ini diharapkan dapat menarik perhatian pihak berwenang untuk memberikan solusi nyata terhadap permasalahan ekonomi.
Tanggapan Ahli Tentang Pemasangan Bendera
Fenomena pemasangan bendera ini juga mendapatkan perhatian dari kalangan ahli. Riko Noviantoro, seorang peneliti kebijakan publik, menyatakan bahwa aspirasi publik harus disuarakan dengan memperhatikan batasan hukum yang ada, terutama terkait simbol-simbol negara.
‘Jika ditemukan pelanggaran terhadap pelecehan pada bendera Merah Putih, maka berpotensi dikenakan sanksi,’ ungkap Riko mengacu pada UU Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara.
Beliau menekankan pentingnya posisi Merah Putih yang harus lebih tinggi jika dikibarkan bersama bendera lain. Pasal-pasal dalam undang-undang tersebut menekankan perlunya menghormati simbol nasional dan konsisten dalam ekspresi, agar tidak melukai perasaan masyarakat.