KAMI INDONESIA – Kunto Aji mengungkapkan pandangannya mengenai tanggung jawab anggota DPR, terutama yang berasal dari kalangan selebritas. Ia menekankan bahwa status sebagai artis tidak seharusnya menjadi alasan untuk mendapat perlakuan istimewa dalam menjalankan tugas sebagai wakil rakyat.
Tanggung Jawab Anggota DPR
Kunto Aji menyampaikan bahwa, dengan menjadi anggota dewan, seseorang harus siap dengan konsekuensinya. “Ya konsekuensi. Dengan apa yang mereka perbuat, mau itu artis mau itu siapa, sama aja sebenarnya. Udah jadi anggota dewan ya jadi anggota dewan,” tegasnya.
Pernyataan ini muncul setelah beberapa anggota DPR dari kalangan selebritas seperti Nafa Urbach dan Eko Patrio mengalami penonaktifan. Kunto Aji menilai hal ini menunjukkan bahwa publik semakin menuntut akuntabilitas dari para pemimpin mereka.
Ia berharap agar partai politik dapat lebih proaktif dalam menangani masalah ini. “Tuntutan kita untuk diganti, dicopot, kalau bisa ya mungkin dari partainya harus inisiatif dan pembenahan,” ujarnya.
Masyarakat Melawan Kelompok Anarkis
Kunto Aji juga menjelaskan mengenai maraknya aksi demo yang semakin intens. Ia mengamati bahwa masyarakat kini tidak hanya menyuarakan aspirasi, tetapi juga menjaga ketertiban wilayah mereka dari kelompok-kelompok yang menciptakan kerusuhan.
“Cukup percaya gitu seperti kejadian di Bekasi, masyarakat murni, masyarakat lokal, menghalau kelompok-kelompok massa yang tidak tahu datangnya dari mana,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Kunto Aji melihat kejadian di Bekasi dan Pondok Gede sebagai bukti bahwa masyarakat masih memiliki kesadaran kolektif untuk menjaga ketertiban dalam lingkungan mereka.
Keresahan Sosial dan Politik
Kunto Aji juga tidak menutupi keresahannya terhadap keadaan sosial dan politik saat ini. Ia merasakan bahwa sikap pejabat yang sering berbicara tanpa mempertimbangkan dampak dari ucapannya semakin membuat masyarakat gerah.
“Keresahannya sudah menggunung sih istilahnya. Kita semua sudah merasakanlah selama bertahun-tahun ini, seperti yang saya sempat bilang tadi di sana bahwa pejabat-pejabat itu bisa ngomong apapun dan tanpa konsekuensi yang mereka hadapi,” jelasnya.
Menurutnya, pernyataan tersebut mencerminkan semangat frustrasi yang dirasakan oleh masyarakat, hingga memicunya untuk bersuara lebih keras sejak aksi yang terjadi pada tanggal 25 Agustus lalu.