KAMI INDONESIA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti perkembangan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto.
Kasus ini menarik perhatian publik setelah Novanto dinyatakan bebas bersyarat setelah menjalani masa hukuman mengenai kasus korupsi KTP-elektronik.
Penanganan Kasus TPPU
KPK menyatakan akan meminta informasi seputar penanganan kasus TPPU yang sedang ditangani oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Tertentu di Bareskrim.
“Terkait dengan perkara TPPU saudara SN yang hari ini bebas, karena penanganannya oleh Bareskrim, kami dari Kedeputian Dakusi akan berkoordinasi dengan Kedeputian Koordinasi dan Supervisi,” ungkap Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.
Hingga saat ini, belum ada kejelasan mengenai tindak pidana asal yang diduga dilakukan oleh Setya Novanto, yang menjadi dasar bagi Bareskrim dalam menerapkan Pasal TPPU.
Reaksi Publik dan Pihak Anti-Korupsi
Kasus Setya Novanto menarik perhatian publik, terutama karena penanganan oleh Bareskrim terkesan lamban dan tidak ada perkembangan yang jelas.
Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengungkapkan, “Karena di Bareskrim tidak jalan lagi kasusnya, ini harus diambil alih KPK karena perkara pokok korupsi KTP-elektronik itu ada di KPK.”
Pernyataan tersebut mencerminkan ketidakpuasan masyarakat yang menginginkan transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus-kasus korupsi, khususnya yang melibatkan pejabat publik.
Pembebasan Bersyarat Setya Novanto
Setya Novanto dinyatakan bebas bersyarat setelah menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali, mencatat bahwa pembebasan ini bukan bebas murni, melainkan bebas bersyarat.
“Bersyarat, karena beliau setelah dikabulkan peninjauan kembali 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan, dihitung 2/3 nya itu dapat pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025,” jelasnya.
Mahkamah Agung sebelumnya mengabulkan upaya hukum yang diajukan oleh Setnov, yang mengurangi masa hukumannya dari 15 tahun menjadi 12,5 tahun.