KAMI INDONESIA – Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik pidato Presiden Prabowo Subianto dalam Sidang Tahunan MPR RI pada 15 Agustus 2025, yang dinilai tidak sejalan dengan kenyataan soal korupsi yang masih ada di tanah air.
ICW menegaskan bahwa koruptor masih menguasai negara, sementara upaya pemberantasan korupsi terancam oleh kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat.
Kritik Terhadap Komitmen Pemberantasan Korupsi
Dalam pidatonya, Prabowo mengklaim adanya komitmen dari pemerintahannya untuk memberantas mafia sumber daya alam dan korupsi, serta menjanjikan penegakan hukum yang tegas terhadap pejabat korup.
Namun, Nisa Zonzoa, Koordinator Divisi Edukasi Publik ICW, menyebutkan bahwa situasi sebenarnya bertolak belakang dengan yang disampaikan dalam pidato tersebut. ‘Hingga hari ini, koruptor masih menguasai negara, masyarakat kian terpinggirkan,’ ujarnya.
ICW juga menyoroti kebijakan pemerintah yang dinilai justru melemahkan upaya pemberantasan korupsi, seperti pemberian amnesti dan abolisi kepada beberapa terdakwa korupsi.
Eva Nurcahyani, Staf Divisi Edukasi Publik ICW, menyatakan bahwa tindakan tersebut adalah intervensi politik yang berbahaya dalam penegakan hukum antikorupsi.
Realitas Penegakan Hukum yang Buruk
ICW mengungkapkan bahwa rata-rata vonis pengadilan terhadap koruptor selama sembilan tahun terakhir adalah 3 tahun 7 bulan. Banyak terdakwa yang divonis bebas, dengan kerugian negara yang mencapai Rp 92 triliun.
Pihak ICW menilai, stagnasi dalam pembahasan dan pengesahan RUU Perampasan Aset menunjukkan bahwa pemerintah tidak berpihak kepada masyarakat.
Dalam konteks ini, ICW mengingatkan pentingnya masyarakat untuk tetap kritis dan proaktif dalam melawan bentuk-bentuk penindasan yang terjadi.
Pidato Prabowo yang menjanjikan penegakan hukum, menurut ICW, seharusnya dipandang dengan skeptis karena realitas di lapangan seringkali berbeda dengan pernyataan di publik.
Pesan Moral untuk Masyarakat
ICW menutup pernyatannya dengan mengingatkan pesan dari Tan Malaka bahwa kemerdekaan bukanlah sesuatu yang diberikan, melainkan hasil dari perjuangan.
Mereka menyerukan agar rakyat berani berpikir, bersuara, dan melawan segala bentuk penindasan yang mengancam keadilan.
Pernyataan ini menggambarkan harapan akan perubahan yang nyata dan komitmen dari masyarakat untuk terlibat dalam proses penegakan hukum yang lebih adil.
Dengan demikian, ketidakpuasan atas kebijakan pemerintah diharapkan bisa menjadi dorongan bagi masyarakat untuk memperjuangkan hak-hak mereka.