KAMI INDONESIA – Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Whoosh, mengalami kerugian mencapai Rp1 triliun pada semester pertama tahun 2025. Kerugian ini menjadi beban berat bagi PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau KAI.
Menurut laporan keuangan konsolidasi per Juni 2025, kerugian tersebut berasal dari kepemilikan saham mayoritas KAI di konsorsium pengelola Whoosh, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI).
Penyebab Kerugian Whoosh
KAI memiliki saham sebesar 58,53 persen di PSBI, yang mengelola proyek Kereta Cepat Whoosh. Kerugian bersih PSBI yang dialokasikan ke KAI mencapai Rp951,48 miliar per Juni 2025.
Jika ditotal dengan kerugian di semester II 2024, total kerugian KAI dari proyek Whoosh sudah mencapai Rp1,9 triliun dalam satu tahun terakhir.
Angka kerugian juga tercatat sebanyak Rp2,69 triliun selama seluruh tahun kalender 2024. Meskipun telah mulai beroperasi secara komersial sejak Oktober 2023, kontribusi pendapatan dari proyek ini masih belum bisa menutupi tingginya biaya investasi dan beban operasional.
Konsorsium dan Investasi Whoosh
Konsorsium pengelolaan Whoosh dibentuk oleh KAI bersama beberapa BUMN lainnya, seperti PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) dan PT Jasa Marga (Persero) Tbk (JSMR).
Total investasi untuk proyek Kereta Cepat Whoosh mencapai US$7,2 miliar atau setara dengan Rp116,54 triliun dengan asumsi kurs Rp16.186 per dolar AS.
Jumlah ini juga mencakup tambahan biaya atau cost overrun sebesar US$1,2 miliar atau sekitar Rp19,42 triliun.
Dampak Terhadap KAI
Kerugian dari proyek Whoosh memaksa KAI untuk meninjau kembali strategi dan keuangan mereka.
Menurut beberapa pakar ekonomi, situasi ini bisa berpengaruh pada keberlanjutan proyek kereta cepat lainnya di Indonesia.
KAI, yang selama ini dihargai sebagai salah satu BUMN terbesar, kini dihadapkan pada tantangan keuangan serius akibat proyek ini. Kerugian yang terus membengkak berpotensi mempengaruhi rencana ekspansi KAI di masa depan.
