KAMI INDONESIA – Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, resmi diskors dari jabatannya oleh Mahkamah Konstitusi Thailand pada Selasa (1/7/2025). Keputusan ini menyusul penyelidikan atas dugaan pelanggaran etik setelah bocornya rekaman percakapan teleponnya dengan tokoh senior Kamboja.
Penyelidikan ini memicu ketidakpastian politik di Thailand, menambah ketegangan yang sudah ada antara Bangkok dan Phnom Penh. Mahkamah menganggap ada pelanggaran standar etika pejabat tinggi negara, dan tujuh dari sembilan hakim menyetujui penangguhan tugas Paetongtarn.
Penyelidikan yang Memicu Ketegangan
Kasus ini mencuat setelah bocoran percakapan telepon Paetongtarn dengan Presiden Senat Kamboja, Hun Sen, di tengah konflik diplomatik akibat insiden perbatasan berdarah pada 28 Mei lalu. Dalam insiden tersebut, satu tentara Kamboja dilaporkan tewas dalam konfrontasi bersenjata dengan militer Thailand.
Isi percakapan tersebut memicu gelombang kecaman dari publik, karena dinilai menunjukkan upaya perdana menteri untuk menyelesaikan konflik perbatasan dengan cara yang dianggap terlalu kompromistis. Hal ini terutama dikritik oleh kalangan konservatif nasionalis yang merasa posisi pertahanan Thailand melemah.
Seiring berjalannya waktu, ketegangan antara kedua negara semakin meningkat, dan berbagai elemen masyarakat mulai memberikan tekanan kepada pemerintah untuk mengambil sikap yang lebih tegas. Perbincangan yang beredar di media sosial menunjukkan bahwa banyak yang tidak puas dengan pendekatan diplomatik yang diambil oleh pemerintah.
Reaksi Publik dan Demonstrasi
Kemarahan publik semakin terasa setelah bocoran percakapan tersebut, yang berakibat pada aksi unjuk rasa besar-besaran di pusat Kota Bangkok pada Sabtu (29/6/2025). Ribuan demonstran, sebagian besar berasal dari kelompok nasionalis, menuntut pengunduran diri Paetongtarn karena dianggap tidak tegas dalam menghadapi ancaman terhadap kedaulatan nasional.
Demonstrasi ini mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan luar negeri dan sikap diplomatik pemerintah saat menangani konflik dengan Kamboja. Banyak demonstran menilai bahwa pemerintah sudah kehilangan arah dalam memperjuangkan kepentingan nasional.
Penyelidikan terpisah dari Kantor Komisi Nasional Anti-Korupsi (NACC) juga tengah berlangsung untuk meneliti kemungkinan pelanggaran etik dalam kapasitasnya sebagai pejabat publik. Langkah ini menandakan ketidakpuasan yang mendalam terhadap perilaku pejabat pemerintah di bidang etika politik.
Perombakan Kabinet dan Langkah Selanjutnya
Di tengah ketegangan politik ini, Raja Thailand Maha Vajiralongkorn menandatangani surat keputusan resmi untuk merombak kabinet pada Selasa pagi. Perombakan ini merupakan respons terhadap keluarnya Partai Bhumjaithai dari koalisi pemerintah yang mendukung Paetongtarn.
Partai Bhumjaithai sebelumnya memegang pos-pos penting di kabinet, termasuk jabatan Wakil Perdana Menteri yang kini telah digantikan. Merosotnya dukungan politik ini menambah tantangan bagi Paetongtarn untuk mempertahankan posisinya.
Jika terbukti bersalah dalam penyelidikan yang dijalankan oleh NACC, kemungkinan Paetongtarn dapat dipecat dari jabatannya secara permanen. Hal ini tentu akan semakin memengaruhi peta politik Thailand dalam waktu dekat.